Sekolah : Perlu Pengeluaran untuk
Penghasilan
“Ya memang pikirannya kearah
tamat-kerja, tamat-kerja kenten”
Kalimat tersebut diucapkan oleh Tjokorda Gede Mayun selaku
salah satu guru dari Sekolah Menengah Keatas (SMA) Pariwisata PGRI Dawan
Klungkung yang merupakan sekolah swasta. Beliau secara perlahan menjelaskan
mengenai sekolahnya tersebut. Sekolah yang sempat berdiri di kecamatan dawan
pada tahun 1985 ini mengalami perpindahan ke Klungkung karena kurangnya calon
siswa pada tahun 2000.
Tapi kini keadaan sudah terbalik, “Ada yang datang dari
kecamatan dawan, daerah kusamba, juga yang dari banjarangkan, bahkan untuk
sekarang dari bangli pun mulai datang” begitu tutur Tjok Gede Mayun saat
ditanyakan mengenai asal siswanya. Pendapat dari Tjok Gede Mayun ini kemudian
dipertegas oleh Tjokorda Rai Antara yang telah menjadi pengamat pendidikan di
Klungkung “ada salah satu sekolah tingkat menengah atas yg dikelola oleh swasta
peminatnya lebih banyak dari sekolah negeri, pada tahun 2016”. Mereka berdua sependapat
bahwa sekolah swasta yang ada di Klungkung telah mengalahkan sekolah negeri
dalam penerimaan murid, tentunya hal ini dikarenakan oleh faktor pendidikan.
“Orang tuanya golongan menengah kebawah, jadi kemampuan
orang tua itu memang betul-betul minim penghasilannya, profesinya kebanyakan
petani, buruh serabutan, tingkat pendidikanya paling banyak SMP, SD” ucap Tjok Gede Mayun. Jadi ada
keterbalikan disini, sekolah swasta yang biasanya diisi oleh orang-orang
menengah keatas sekarang justru diisi oleh masyarakat menengah kebawah. Ini
dapat dibuktikan kembali dengan kendaraan yang digunakan kesekolah. Tjok Gede
Mayun mengutarakan “ ada 1-2 yang dianter orang tuanya karena keterbatasan
kendaraan. Jadi sekeluarga punya 1 sepeda motor, anaknya perlu orang tuanya juga
perlu”.
Orang tua rela membayar mahal yaitu 150.000 perbulan untuk
sekolah ini agar anaknya bisa cepat-cepat mendapatkan pekerjaan dan dapat
menghasilkan sendiri. “Ya emang pikirannya (siswa) kearah tamat-kerja,
tamat-kerja, harapannya sih dapat kerja di hotel, restoran atau kapal pesiar”
tutur Tjok Gede Mayun. Ternyata bukan hanya orang tua saja yang berkata seperti
itu tapi anaknya juga.
“Kalau saya amati kemampuan orang tua membayar uang komite,
sebagian besar anak anak niki menunda
uang komite” tutur Tjok Gede Mayun. Dia mengutarakan perasaaanya, walaupun
sekolah ini merupakan sekolah favorit tapi tidak jarang terjadi penunggakan
saat pembayaran uang komite. Bahkan ada banyak siswa yang sampai sekarang belum
menebus ijazahnya karena belum memiliki dana yang cukup. Namun ada dana BOS
yang dapat membantu pembayaran uang komite ini, walaupun paling banyak hanya
50% dari uang komite yang dapat dibantu oleh pemerintah.
“Dengan bantuan dana bos yang 50% dari uang komite masih
kurang bagi siswa, karena masih banyak yang nunggak untuk bayar uang komitenya”
kata Tjok Rai Antara, dia tidak setuju dengan bantuan dana BOS yang masih
dianggap sedikit. Baginya bantuan dana BOS yang sekarang ini belum dapat
membuat seluruh siswa bebas dari menunggak uang komite. Bantuan dana BOS akan
cukup apabila tidak ada murid lagi yang menunggak dengan alasan kekurangan
dana.
“Sekolah tetap meningkatkan kualitas kurikulum maupun
gurunya sekolah juga harus melakukan pengawasan terhadap anak didik sehingga
tidak terpengaruh oleh lingkungan, minum-minum ngerokok” ucap Tjok Rai Antara.
Harapannya agar sekolah-sekolah yang ada di Klungkung ini semakin dapat
meningkatkan kinerja guru maupun siswanya. Selain itu beliau juga ingin agar
tidak terjadi lagi permasalahan kekurangan dana BOS. (psd)