MOS : Kembangkan Kreativitas Siswa
Masa Orientasi Siswa atau yang lebih dikenal dengan nama MOS
merupakan kegiatan yang biasa dilakukan di lingkungan sekolah dalam rangka
pembiasaan siswa baru terhadap lingkungan sekolah. Bagi kalian yang sudah sampai
pada jenjang SMP keatas pasti sudah pernah mengalami kegiatan MOS ini secara
langsung.
Namun pengalaman siswa terhadap MOS ini pasti sangat
bervariasi, tergantung dengan tempat dia bersekolah. Ada sekolah yang
mengadakan MOS dengan kedisiplinandan ketegasan, ada yang menguji dengan
berbagai soal maupun tes, dan ada juga sekolah yang megabungkan keduanya.
Setiap sekolah yang melakukan kegiatan ini pasti memiliki alasan dibalik itu,
mereka yang melakukan MOS dengan ketegasan menginginkan agar siswa nya dapat menjadi
disiplin dan dapat menghormati kakak kelas maupun guru, mereka khawatir apabila
MOS ini dilakukan tanpa adanya ketegasan maka siswa baru tidak akan bisa
menghormati kakak kelas dan gurunya.
Sekolah yang mengadakan MOS dengan mementingkan tes dan
pengetahuan menginginkan agar siswa barunya siap untuk menghadapi pelajaran
yang ada dan dapat mengejar prestasi dalam bidang akademis bagi sekolahnya. Selain itu mereka juga berpikir bahwa dengan
cara ini , siswa-siswi mereka akan siap
menghadapi masa depan, karena sekarang kita lebih mementingkan otak dan kreasi dibandingkan
dengan otot dan kekuatan.
Kebanyakan sekolah di Indonesia berdasarkan pada MOS tegas yang dibawahi oleh OSIS dan panitia
siswa. Namun semua ini berubah pada 11 Juli 2016, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Anies
Baswedan secara resmi melarang kegiatan MOPD/MOS yang dilakukan oleh
pelajar dengan mengeluarkan Permendikbud Nomor 18 tahun 2016 Tentang
Pengenalan Lingkungan Sekolah. Dalam permendikbud tersebut dijelaskan bahwa
dalam pelaksanaan pengenalan lingkungan sekolah bagi siswa baru perlu dilakukan
kegiatan yang bersifat edukatif dan kreatif untuk mewujudkan sekolah sebagai taman
belajar yang menyenangkan.
Keputusan Anies ini menghasilkan banyak
pertentangan dan persetujuan, ada beberapa pihak yang tidak terima dengan
keputusan ini karena mereka masih percaya
bahwa MOS yang sebelumnya dapat menjadikan siswa lebih baik. Kepercayaan mereka ternyata benar, MPLS yang
awalnya ingin menciptakan siswa yang ceria dengan menggunakan kegiatan
perkenalan yang menyenangkan telah menghasilkan siswa didik yang kurang memiliki rasa hormat. Mereka serasa tidak peduli terhadap adat dan budaya
dari sekolahnya yang sudah di jaga dari dulu.
MOS yang diminta untuk membawa barang banyak
dan “aneh aneh” bertujuan untuk membuat
siswa didik menjadi lebih kreatif dalam mencari barang tersebut. Perploncoan
yang dibilang kegiatan buruk sebenarnya adalah cara untuk menegaskan siswa yang baru masuk ke sekolah tersebut.
Kita ambil contoh saja SMA Negeri 3 Denpasar,
sekolah ini telah dikenal dengan MOS nya yang keras dan tegas, namun tanpa
adanya tindakan fisik. Siswa-siswa yang dibilang terkena perploncoan ataupun
pembodohan, lebih baik disebut dengan perbaikan. Ada suatu saat MOS dimulai,
siswa yang terlambat Di MOS SMAN 3 ini diminta untuk maju kedepan dan dipakaikan
topeng, OSIS pun menyuruh anggota MOS yang lain untuk menertawakan siswa
tersebut. Hal ini telah menghasilkan efek jera dan menghasilkan suatu
pengalaman yang mengesankan dan tidak terlupakam bagi siswa baru tersebut.
Siswa diminta untuk mengumpulkan segala
barang yaitu makanan untuk dibawa saat kegiatan MOS, tidak lain dan tidak bukan
dipakai untuk hadiah mereka saat memenangkan kompetisi dalam kegiatan tersebut.
Jadi OSIS maupun panitia siswa dalam kegiatan tersebut tidak ada mengambil
keuntungan apapun, mereka melakukan itu dengan sukarela demi menghasilkan adik
kelas yang lebih baik. Selain itu, kegiatan mengumpulkan makanan membuat kerja
sama siswa baru menjadi lebih erat dan menjadi saling mengenal.
Salah satu kegiatan MPLS |
MPLS ataupun Masa Pengenalan Lingkungan
Sekolah yang telah diterapkan, telah membuat hasil yang nyata, siswa hasil
didikan MPLS ini sangat berbeda dengan yang telah dihasilkan oleh MOS. Siswa
yang dihasilkan saat MOS lebih sopan dan taat terhadap guru dan kakak kelas, sedangkan
siswa yang dihasilkan saat MPLS menjadi kurang hormat dan melupakan tradisi
yang ada di sekolah tersebut. Walaupun semua tradisi yang ada dalam sekolah itu
dibilang memerlukan perubahan seiring dengan perubahan zaman, karena dianggap
kuno dan menghambat kreativitas siswa. Namun tradisi tersebut merupakan ciri
khas dan suatu hal yang membuat sekolah itu dapat terkenal hingga saat ini, sebenarnya
kita tetap dapat mengembangkan kreativitas kita dengan adanya tradisi tersebut. Oleh karena itu sangat disayangkan apabila MOS ini dihilangkan.